TRADISI KEARIFAN
MARSIADAPARI MASYARAKAT RONGGURNIHUTA
DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN
0LEH
REYNOLD PANJAITAN, S.Pd
SMP
NEGERI 1 RONGGURNIHUTA
KECAMATAN
RONGGURNIHUTA KABUPATEN SAMOSIR
BAB I PENDAHULUAN
1.
Pengertian
Kearifan Lokal dan Marsiadapari
Kearifan lokal merupakan suatu bentuk
kearifan lingkungan yang ada dalam kehidupan bermasyarakat di suatu tempat atau
daerah. Jadi merujuk pada lokalitas dan komunitas tertentu. Menurut Putu Oka
Ngakan dalam Andi M. Akhmar dan Syarifudin (2007) kearifan lokal merupakan tata
nilai atau perilaku hidup masyarakat lokal dalam berinteraksi dengan lingkungan
tempatnya hidup secara arif. Maka dari itu kearifan lokal tidaklah sama pada tempat
dan waktu yang berbeda dan suku yang berbeda.
Perbedaan ini disebabkan oleh tantangan alam dan kebutuhan hidupnya berbeda-beda, sehingga pengalamannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memunculkan berbagai sistem pengetahuan baik yang berhubungan dengan lingkungan maupun sosial. Sementara itu Keraf (2002) menegaskan bahwa kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Semua bentuk kearifan lokal ini dihayati, dipraktekkan, diajarkan dan diwariskan dari generasi ke generasi sekaligus membentuk pola perilaku manusia terhadap sesama manusia, alam maupun gaib. Selanjutnya Francis Wahono (2005) menjelaskan bahwa kearifan lokal adalah kepandaian dan strategi-strategi pengelolaan alam semesta dalam menjaga keseimbangan ekologis yang sudah berabad-abad teruji oleh berbagai bencana dan kendala serta keteledoran manusia. Kearifan local tidak hanya berhenti pada etika, tetapi sampai pada norma dan tindakan dan tingkah laku, sehingga kearifan lokal dapat menjadi seperti religi yang memedomani manusia dalam bersikap dan bertindak, baik dalam konteks kehidupan sehari-hari maupun menentukan peradaban manusia yang lebih jauh.
Perbedaan ini disebabkan oleh tantangan alam dan kebutuhan hidupnya berbeda-beda, sehingga pengalamannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memunculkan berbagai sistem pengetahuan baik yang berhubungan dengan lingkungan maupun sosial. Sementara itu Keraf (2002) menegaskan bahwa kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Semua bentuk kearifan lokal ini dihayati, dipraktekkan, diajarkan dan diwariskan dari generasi ke generasi sekaligus membentuk pola perilaku manusia terhadap sesama manusia, alam maupun gaib. Selanjutnya Francis Wahono (2005) menjelaskan bahwa kearifan lokal adalah kepandaian dan strategi-strategi pengelolaan alam semesta dalam menjaga keseimbangan ekologis yang sudah berabad-abad teruji oleh berbagai bencana dan kendala serta keteledoran manusia. Kearifan local tidak hanya berhenti pada etika, tetapi sampai pada norma dan tindakan dan tingkah laku, sehingga kearifan lokal dapat menjadi seperti religi yang memedomani manusia dalam bersikap dan bertindak, baik dalam konteks kehidupan sehari-hari maupun menentukan peradaban manusia yang lebih jauh.
Salah satu bentuk kearifan local
masyarakat Bataka khususnya bagi masyarakat pedalaman samosir adalah tardisi
marsiadapari. Marsiadapari dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai kegiatan
berkelompok untuk melakukan suatu pekerjaan. Pekerjaan yang dimaksud adalah
untuk mengelolah pertanian secara tradisional dengan mengedepankan prinsip
pelestarian lingkungan hidup. Desa
Ronggurnihuta terletak dikecamatan Ronggurnihuta merupakan daerah dipedalaman
Kabupaten Samosir dimana masyarakatnya sangat tergantung pada alam. Sebagian
besar masyarakat adalah petani kopi yang mengolah pertanian secara tradisional.
Setiap rumah tangga memiliki lahan
pertanian sendiri, akan tetapi pengolahan lahan pertanian tersebut tidak
dilakukan oleh perorangan akan tetapi dilakukan secara marsiadapari oleh
beberapa anggota keluarga yang lain secara bergiliran. Misalnya hari ini
mengerjakan lading si A kemudian hari selanjutnya mengerjakan lading si b dan
seterusny hingga semua dapat giliran. Banayak nilai positip dari marsiadapari
tersebut, disamping memupuk kerukunan dan kebersamaan pekerjaan akan lebih
cepat selesai. Disamping itu juga orang – orang akan saling tukar pikiran dalam
pengolahan lahan pertanian mereka, sehingga jarang sekali mereka menggunakan
zat – zat kimia untuk pengolahan pertanian mereka.
Adanya gaya hidup yang konsumtif dapat
mengikis norma-norma marsiadapari di masyarakat. Untuk menghindari hal tersebut
maka norma-norma yang sudah berlaku di suatu masyarakat yang sifatnya turun
menurun dan berhubungan erat dengan kelestarian lingkungannya perlu
dilestarikan yaitu kearifan lokal. Pengertian pengelolaan sumberdaya
alam dan lingkungan mengacu pada UU RI No. 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan
lingkungan hidup, yang tertera dalam pasal 1 ayat 2 yang berbunyi.
Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya
terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan
penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan
pengendalian lingkungan hidup. Sedangkan sumberdaya alam disebutkan dalam ayat
10 mencakup sumberdaya alam hayati maupun non hayati dan sumberdaya buatan. Lingkungan
hidup Indonesia sebagai suatu ekosistem terdiri atas berbagai subsistem, yang mempunyai
aspek sosial, budaya, ekonomi, dan geografi dengan corak ragam yang berbeda
yang mengakibatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang
berlainan. Keadaan demikian memerlukan pengelolaan dan pengembangan lingkungan
hidup yang didasarkan pada keadaan daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup sehingga dapat meningkatkan keselarasan, keserasian dan keseimbangan
subsistem, yang berarti juga meningkatkan ketahanan subsistem itu sendiri.
BAB II ISI
1. Lingkungan
dan Pembangunan
Pembangunan memanfaatkan secara terus
menerus sumberdaya alam guna meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat.
Ketersediaan sumberdaya alam terbatas dan tidak merata, baik dalam jumlah
maupun dalam kualitas, sedang permintaan akan sumberdaya alam semakin meningkat
sebagai akibat meningkatnya kegiatan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan penduduk
yang semakin meningkat dan beragam. Dampak pembangunan tersebut mengakibatkan daya
dukung lingkungan hidup dapat terganggu dan daya tampung lingkungan hidup dapat
menurun.
Melihat kenyataan tersebut maka kearifan
lokal masyarakat setempat juga mendapatkan tantangan dengan harus memenuhi
kebutuhan dasar yang semakin besar dan gaya hidup serta pola hidup yang
dihadapi oleh masyarakat dengan adanya pengaruh-pengaruh : adopsi inovasi teknologi,
ekonomi pasar dan kebijakan politik. Di samping itu dalam pemanfaatkan
sumberdaya alam oleh masyarakat lokal juga dipengaruhi oleh aspek :
pemanfaatan, pelestarian, pengetahuan masyarakat dan kebijakan pemerintah yang
semuanya itu akan mempengaruhi keputusan masyarakat untuk menentukan apa yang
harus dilakukan yang sekaligus merupakan keputusan untuk mempertahankan atau
tidaknya kearifan lokal yang selama ini dilakukan.
2. Marsiadapari
2.1 Pentingnya
Kearifan Lokal Marsiadapari
Sebagaimana dipahami, dalam beradaptasi
dengan lingkungan, masyarakat memperoleh dan mengembangkan suatu kearifan yang
berwujud pengetahuan atau ide, norma adat, nilai budaya, aktivitas, dan
peralatan sebagai hasil abstraksi mengelola lingkungan. Seringkali pengetahuan
mereka tentang lingkungan setempat dijadikan pedoman yang akurat dalam
mengembangkan kehidupan di lingkungan pemukimannya. Keanekaragaman pola-pola
adaptasi terhadap lingkungan hidup yang ada dalam masyarakat Indonesia yang
diwariskan secara turun temurun menjadi pedoman dalam memanfaatkan sumberdaya
alam. Kesadaran masyarakat untuk melestarikan lingkungan dapat ditumbuhkan
secara efektif melalui pendekatan kebudayaan. Jika kesadaran tersebut dapat
ditingkatkan, maka hal itu akan menjadi kekuatan yang sangat besar dalam
pengelolaan lingkungan. Dalam pendekatan kebudayaan ini, penguatan modal
sosial, seperti pranata sosialbudaya, kearifan lokal, dan norma-norma yang
terkait dengan pelestarian lingkungan hidup penting menjadi basis yang utama.
Seperti kita ketahui adanya krisis
ekonomi dewasa ini, masyarakat yang hidup dengan menggantungkan alam dan mampu
menjaga keseimbangan dengan lingkungannya dengan kearifan lokal yang dimiliki
dan dilakukan tidak begitu merasakan adanya krisis ekonomi, atau pun tidak
merasa terpukul seperti halnya masyarakat yang hidupnya sangat dipengaruhi oleh
kehidupan modern. Maka dari itu kearifan lokal penting untuk dilestarikan dalam
suatu masyarakat guna menjaga keseimbangan dengan lingkungannya dan sekaligus
dapat melestarikan lingkungannya. Berkembangnya kearifan lokal tersebut tidak
terlepas dari pengaruh berbagai faktor yang akan mempengaruhi perilaku manusia
terhadap lingkungannya.
2.2 Perilaku
Manusia
Perilaku manusia terhadap lingkungan
disebabkan karena perilaku manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor dasar,
pendukung, pendorong dan persepsi, serta faktor lingkungan baik lingkungan
fisik maupun lingkungan sosial. Di antara faktor-faktor pengaruh adalah faktor
dasar, yang meliputi pandangan hidup, adat istiadat, kepercayaan dan kebiasaan
masyarakat. Faktor pendukung meliputi pendidikan, pekerjaan, budaya dan strata
sosial. Sebagai faktor pendorong meliputi sentuhan media massa baik elektronik
maupun tertulis, penyuluhan, tokoh-tokoh agama dan masyarakat. Sejauh mana penyerapan
informasi oleh seseorang tergantung dimensi kejiwaan dan persepsi terhadap
lingkungan, untuk selanjutnya akan direfleksikan pada tatanan perilakunya.
Selanjutnya tatanan perilaku seseorang dapat digambarkan dalam suatu daur
bagan, yaitu rangkaian unsur hubungan interpersonal, sistem nilai, pola pikir,
sikap, perilaku dan norma. Pada dasarnya manusia sebagai anggota masyarakat
sangat tergantung pada lahan dan tempat tinggalnya. Di sini terdapat perbedaan
antara lahan dan tempat tinggal. Lahan merupakan lingkungan alamiah sedangkan
tempat tinggal adalah lingkungan buatan (binaan). Lingkungan binaan dipengaruhi
oleh daur pelaku dan sebaliknya
Dalam pengelolaan lingkungan hidup kita
juga membutuhkan moralitas yang berarti kemampuan kita untuk dapat hidup
bersama makhluk hidup yang lain dalam suatu tataran yang saling membutuhkan,
saling tergantung, saling berelasi dan saling memperkembangkan sehingga terjadi
keutuhan dan kebersamaan hidup yang harmonis. Refleksi moral akan menolong
manusia untuk membentuk prinsip-prinsip yang dapat mengembangkan relasi manusia
dengan lingkungan hidupnya. Manusia harus menyadari ketergantungannya pada
struktur ekosistem untuk dapat mendukung kehidupannya itu sendiri. Manusia
harus dapat beradaptasi dengan lingkungan hidup yang menjadi tempat ia hidup
dan berkembang.
3. Kearifan
Marsiadapari Dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Masyarakat setempat yang menerapkan cara
hidup tradisional di daerah pedesaan, yang nyaris tak tersentuh teknologi
umumnya dikenal sebagai masyarakat suku, komunitas asli atau masyarakat hukum
adat, penduduk asli atau masyarakat tradisional. Masyarakat setempat seringkali
menganggap diri mereka sebagai penghuni asli kawasan terkait, dan mereka
biasanya berhimpun dalam tingkat komunitas atau desa. Kondisi demikian dapat
menyebabkan perbedaan rasa kepemilikan antara masyarakat asli/pribumi dengan
penghuni baru yang berasal dari luar, sehingga masyarakat setempat seringkali
menjadi rekan yang tepat dalam konservasi. Di sebagian besar penjuru dunia,
semakin banyak masyarakat setempat telah berinteraksi dengan kehidupan modern,
sehingga sistem nilai mereka telah terpengaruh, dan diikuti penggunaan barang
dari luar. Pergeseran nilai akan beresiko melemahnya kedekatan masyarakat asli
dengan alam sekitar, serta melunturkan etika konservasi setempat.
Masyarakat
tradisional pada umumnya sangat mengenal dengan baik lingkungan di sekitarnya.
Mereka hidup dalam berbagai ekosistem alami yang ada di Indonesia, dan telah
lama hidup berdampingan dengan alam secara harmonis, sehingga mengenal berbagai
cara memanfaatkan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Masyarakat pedusunan
memiliki keunikan khusus seperti kesederhanaan, ikatan emosional tingi,
kesenian rakyat dan loyalitas pada pimpinan kultural seperti halnya
konsep-konsep yang berkembang di pedusunan. Dalam kearifan lokal juga terwujud
upaya pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang juga merupakan wujud dari
konservasi oleh masyarakat. Berkaitan dengan hal itu, maka Nababan (1995)
mengemukaka prinsip-prinsip konservasi dalam pengelolaan sumberdaya alam secara
tradisional sebagai berikut :
1. Rasa
hormat yang mendorong keselarasan (harmoni) Hubungan manusia dengan alam
sekitarnya. Dalam hal ini masyarakat tradisional lebih condong memandang
dirinya sebagai bagian dari alam itu sendiri
2. Rasa
memiliki yang eksklusif bagi komunitas atas suatu kawasan atau jenis sumberdaya
alam tertentu sebagai hak kepemilikan bersama (communal property resource).
Rasa memiliki ini mengikat semua warga untuk menjaga dan mengamankan sumberdaya
bersama ini dari pihak luar.
3. Sistem
pengetahuan masyarakat setempat (lokal knowledge system) yang memberikan
kemampuan kepada masyarakat untuk memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi
dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang terbatas.
4. Daya
adaptasi dalam penggunaan teknologi sederhana yang tepat guna dan hemat (input)
energi sesuai dengan kondisi alam setempat
5. Sistem
alokasi dan penegakan aturan-aturan adat yang bisa mengamankan sumberdaya milik
bersama dari penggunaan berlebihan, baik oleh masyarakat sendiri maupun oleh
masyarakat luar (pendatang). Dalam hal ini masyarakat tradisional sudah
memiliki pranata dan hukum adat yang mengatur semua aspek kehidupan
bermasyarakat dalam satu kesatuan sosial tertentu.
6. Mekanisme
pemerataan (distribusi) hasil panen atau sumber daya milik bersama yang dapat
mencegah munculnya kesenjangan berlebihan di dalam masyarakat tradisional.
Tidak adanya kecemburuan atau kemarahan sosial akan mencegah pencurian atau
penggunaan sumberdaya di luar aturan adat yang berlaku.
4. Tantangan-Tantangan
Terhadap Kearifan Lokal
4.1. Jumlah
Penduduk
Pertumbuhan penduduk yang tinggi akan
mempengaruhi kebutuhan pangan dan berbagai produksi lainnya untuk mencukupi
kebutuhan manusia. Robert Malthus menyatakan bahwa penduduk yang banyak
merupakan penyebab kemiskinan, hal ini terjadi karena laju pertumbuhan penduduk
yang mengikuti deret ukur tidak akan pernah terkejar oleh pertambahan makanan
dan pakaian yang hanya mengikuti deret hitung (Soerjani dkk, 1997:99). Adanya
kebutuhan pangan yang tinggi menuntut orang untuk meningkatklan produksinya
guna mencukupi kebutuhan tersebut, sehingga melakukan modernisasi pertanian
dengan melakukan revolusi hijau. Dalam Revolusi hijau dikembangkan penggunaan
bibit unggul, pemupukan kimia, pengendalian hama penyakit dengan obat-obatan,
pembangunan saluran irigasi secara besar-besaran untuk pengairan dan penggunaan
teknologi pertanian dengan traktor untuk mempercepat pekerjaan.
Sebagai akibat pelaksanaan revolusi
hijau yang menekankan pada tanaman padi secara monokultur dengan bibit unggul
maka akan mempengaruhi kehidupan petani lokal dalam menggunakan bibit lokal
yang sebenarnya mempunyai ketahanan terhadap hama dan penyakit, pupuk kandang
dan pupuk organik yang digantikan dengan pupuk kimia, penggunaan hewan untuk membajak
yang digantikan traktor, penggunaan obat-obatan dari tanaman untuk pertanian
dengan obat-obatan kimia. Melalui program pemerintah ini, petani nampak hanya
sebagai obyek, mereka tunduk patuh pada kehendak penguasa sehingga hak petani
untuk mengekspresikan sikap dan kehendaknya terabaikan.
4.2. Teknologi
Modern dan Budaya
Perkembangan teknologi dan ilmu
pengetahuan yang cepat menyebabkan kebudayaan berubah dengan cepat pula. Perubahan
yang terjadi pada masyarakat yang kebudayaannya sudah maju atau kompleks,
biasanya terwujud dalam proses penemuan), penciptaan baru, dan melalui
proses difusi (persebaran unsur-unsur kebudayaan). Perkembangan yang terwujud
karena adanya inovasi dan difusi inovasi mempercepat proses teknologi,
industrialisasi dan urbanisasi. Ketiga komponen tersebut secara bersama
menghasilkan proses modernisasi dalam suatu masyarakat yang bersangkutan.
Teknologi modern secara disadari atau tidak oleh masyarakat, sebenarnya
menciptakan keinginan dan harapan-harapan baru dan memberikan cara yang memungkinkan
adanya peningkatan kesejahteraan manusia.
Melihat kenyataan tersebut maka mudah
dipahami mengapa cita-cita tentang teknologi lokal cenderung diabaikan, karena
kebanyakan orang beranggapan bahwa teknologi modern selalu memiliki tingkat
percepatan yang jauh lebih dinamis. Teknologi lokal sebagai penguatan kehidupan
manusia sesungguhnya memiliki percepatan yang cukup dinamis, misalnya dalam
menciptakan lapangan kerja dan memenuhi kebutuhan dasar. Selain menggususr
pengetahuan dan teknologi lokal teknologi modern dan seluruh sistem
kelembagaannya juga mempunyai potensi “perusakan seperti pembagian hasil yang timpang,
pencemaran lingkungan alam dan perusakan sistem nilai sosial-budaya masyarakat.
Terjadinya percepatan intregrasi dari lokal ke global yang didukung oleh
berbagai bentuk perkembangan teknologi (hardware dan software)
telah menjadi suatu sistem dunia yang dominan.
Banyak
media informasi dan komunikasi dengan gencarnya menawarkan produk berikut gaya hidup,
gaya konsumsi, dan berbagai sarana hidup yang dianggap sebagai tolok ukur
kemajuan dan kebahagiaan yang belum pernah dijumpai sebelumnya. Akibat
perkembangan teknologi produksi yang pesat, baik pada sektor pertanian
(bioteknologi dan mekanisasi), sektor industri (manufaktur dan eksplorasi
alam), maupun sektor jasa (transportasi, medis, laboratoris, komunikasi dan
informasi), masyarakat pun menjadi terbiasa menikmati produk barang dan jasa
yang bersifat massif dengan efisiensi teknis, kualitas dan jenis yang sama pada
semua belahan bumi.
4.3 Modal
Besar
Eksploitasi terhadap sumberdaya alam dan
lingkungan sekarang ini telah sampai pada titik kritis, yang menimbulkan
berbagai masalah lingkungan dan masyarakat. Di samping masalah lingkungan yang
terjadi di wilayah-wilayah dimana dilakukan eksploitasi sumberdaya alam, sebenarnya
terdapat masalah kemanusiaan, yaitu tersingkirnya masyarakat asli yang tinggal
di dalam dan sekitar wilayah eksploitasi baik eksploitasi sumberdaya hutan, sumberdaya
laut, maupun hasil tambang. Mereka yang telah turun temurun tinggal dan menggantungkan
kehidupannya pada hutan maupun laut, sekarang seiring dengan masuknya modal besar
baik secara legal maupun illegal yang telah mngeksploitasi sumberdaya alam,
maka kedaulatan dan akses mereka terhadap sumberdaya tersebut terampas. Fenomena
tersebut tidak dapat dilepaskan dari kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya
alam selama ini yang lebih menitikberatkan kepada upaya perolehan devisa Negara
melalui eksploitasi sumberdaya alam yang bernilai ekonomis.
Besarnya keuntungan yang bias diraih
diikuti dengan meningkatnya devisa dan daya serap tenaga kerja pada sektor yang
bersangkutan, semakin menguatnya legitimasi beroperasinya modal besar di sektor
tersebut. Kenyataan ini menunjukkan bahwa kekayaan sumberdaya alam dan hayati
yang dimiliki dipandang sebagai sumberdaya yang dapat diekstraksi untuk
mendapatkan surplus. Namun demikian di lain pihak, keberhasilan perolehan
devisa tersebut harus dibayar mahal dengan rusaknya ekosistem daerah yang
bersangkutan dan akan berakibat pada terganggunya ekosistem global. Selanjutnya
secara sosial budaya, terjadi konflik kepentingan antara tatanan budaya lokal
dan budaya modern yang melekat pada industrialisasi dari sumberdaya alam yang dieksploitasi.
Persoalan
tersebut di satu pihak, yaitu modernisasi melihat bahwa tatanan budaya lokal
merupakan hambatan yang harus “dihilangkan” atau “diganti” agar proses
pembangunan tidak mendapat gangguan serius dari komunitas lokal, sementara itu masyarakat lokal memandang industrialisasi
dari hasil sumberdaya alam yang dieksploitasi sebagai ancaman bagi hak-hak adat
mereka terhadap lingkungannya Kejadian-kejadian tersebut khususnya pada
sumberdaya hutan diperparah dengan banyaknya pengusaha illegal yang hanya
mementingkan keuntungan tanpa mempertimbangkan kerusakan lingkungan yang
ditimbulkan, yang juga wujud dari keserakahan.
4.4. Kemiskinan dan Kesenjangan
Kemiskinan dan kesenjangan merupakan
salah satu masalah yang paling berpengaruh terhadap timbulnya masalah sosial.
Masalah sosial yang bersumber dari kemiskinan dan kesenjangan atau kesulitan
dalam pemenuhan kebutuhan pokok, sering kali tidak berdiri sendiri tetapi
saling berkaitan dengan faktor lain. Kemiskinan
bukan saja menjadi masalah di Indonesia, tetapi juga di banyak Negara berkembang.
Kemiskinan juga mempengaruhi orang bertindak untuk memenuhi kebutuhan dasarnya,
meskipun tindakan tersebut kadang bertentangan dengan aturan atau norma-norma
yang sudah ada atau pun berkaitan dengan kerusakan lingkungan.
BAB III PENUTUP
1.
Kesimpulan
Prospek kearifan lokal “Marsiadapari” di masa depan sangat
dipengaruhi oleh berbagai kebijakan pemerintah yang berkaitan langsung dengan
pengelolaan sumberdaya alam, dimana masyarakat setempat tinggal dan kemauan
masyarakat untuk tetap menjaga keseimbangan dengan lingkungan meskipun menghadapi
berbagai tantangan. Maka dari itu penting untuk melibatkan masyarakat lokal
dalam melakukan tindakan di lingkungan dimana mereka tinggal guna menghindari
konflikkonflik sosial seperti diungkapkan Muh Aris Marfai (2005:124) bahwa
pengelolaan sumberdaya dalam hal ini pengelolaan hutan wana tani yang kurang
memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat lokal akan dapat menimbulkan
konflik terutama dalam pengelolaan, alternative pengelolaan lahan, dan pemetaan
sumberdaya alam serta kepentingan antar kelompok masyarakat lokal.
2. SARAN
Melihat pentingnya peran masyarakat
lokal dalam menjaga kelestarian lingkungannya maka penting untuk mempertahankan
dan melindungi tindakan-tindakan masyarakat yang merupakan bentuk dari kearifan
ekologis. Pendekatan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat merupakan
strategi pengelolaan Sumberdaya Hayati dimana masyarakat berpartisipasi secara
aktif dan berperan dalam menanggulangi masalah yang mempengaruhi kondisi SDH
sehingga dalam hal ini Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat sangat
menaruh perhatian pada partisipasi masyarakat lokal dalam memanfaatkan dan
memelihara sumber daya hayati di sekitarnya.
Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis
Masyarakat merupakan contoh pendekatan dalam sistem pengelolaan Sumber Daya
Alam yang mempertimbangkan aspek aspek keadilan, pemerataan dan kesejahteraan
masyarakat di sekitar sumber daya hayati secara berkelanjutan. Peran masyarakat
lokal dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Secara umum peran masyarakat
sendiri ditentukan oleh 3 hal yaitu :
1. sejauh
mana pengetahuan lokal dapat dihargai dan dimanfaatkan dalam membentuk sebuah
sistem pengelolaan kawasan konservasi yang baik.
2. Seberapa
besar kepedulian warga komunitas lokal terhadap alamnya sehingga mampu
mendorong ke arah upaya-upaya untuk menjaga dan mengelola sumberdaya alam dan
lingkungan di dalam maupun di luar kawasan.
3. Seberapa
banyak manfaat (material dan nonmaterial) yang bisa diterima masyarakat dari
kawasan konservasi sehingga keberadaannya memiliki nilai yang menguntungkan
secara terus menerus.
Untuk menunjang keberhasilannya maka ada
beberapa prinsip dalam penerapan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis
Masyarakat, yaitu prinsip pemberdayaan masyarakat, prinsip kesetaraan peran,
prinsip berorientasi pada lingkungan, prinsip penghargaan terhadap pengetahuan
lokal/tradisional dan prinsip pengakuan terhadap perempuan.
DAFTAR PUSTAKA
Andi M. Akhmar dan Syarifuddin, 2007. Mengungkap Kearifan Lingkungan Sulawesi
Selatan, PPLH
Regional Sulawesi, Maluku dan Papua, Kementerian Negara Lingkungan
Hidup RI dan Masagena Press,
Makasar
Francis Wahono, 2005. Pangan,
Kearifan Lokal dan Keanekaragaman Hayati, Penerbit
Cindelaras Pustaka Rakyat
Cerdas, Yogyakarta
http//www.google.com.Kearifan Local Dalam Pelestarian Lingkungan
Hidup, diakses 2012
Jatna Supriatna, 2008. Melestarikan
Alam Indonesia. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
Mochamad Indrawan, Richard B. Primack dan Jatna Supriatna, 2007. Biologi Konservasi.
Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta
M. Baiquni dan Susilo Wardani, 2002. Pembangunan Yang Tidak Berkelanjutan. Penerbit
Transmedia Global Wacana.
Yogyakarta
Muh Aris Marfai, 2005. Moralitas
Lingkungan: Refleksi Kritis Atas Krisis Lingkungan
Berkelanjutan, Wahana Hijau dan Kreasi Wacana, Yogyakarta.
Nababan, 1995. Kearifan
Tradisional dan Pelestarian Lingkungan Di Indonesia. Jurnal
Analisis CSIS : Kebudayaan, Kearifan Tradisional dan Pelestarian
Lingkungan
Posting Komentar untuk "TRADISI KEARIFAN MARSIADAPARI MASYARAKAT RONGGURNIHUTA DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN"