FENOMENA MAHASISWA DAN AKTIVITAS ‘SEMU’
OLEH
Reynold Panjaitan, S.Pd
24 – 26 September 2010
Sebelum kamu mendapatkan jatah satu kursi di bangku perkuliahanmu sekarang ini tentu itu kamu lakukan dengan usaha yang keras dan motivasi yang kuat. Motivasi yang timbul dalam benakmu adalah mungkin karena kamu melihat mahasiswa dengan gaya hidup anak muda, dan bebas berekpresi. Ini merupakan hanya gambaran kecil seputar mahasiswa bila kita terlusuri lebih dalam tentang aktivitas mahasiswa, maka kita akan menyinpulkan bahwa mahasiswa itu sangatlah rumit.
Mahasiswa disebut-sebut sebagai kaum intelektual dan menjadi indikator atau tolak ukur dalam menentukan status pendidikan suatu bangsa, karena memang benar mahasiswa merupakan level tertinggi dalam tingkat pendidikan yang nantinya telah siap mengambil peranan dalam sejarah bangsa dalam arti bahwa mahasiswalah yang akan menggantikan para tokoh elite bangsa ini.
Untuk menjadi kaum intelektual sebenarnya mahasiswa mempunyai segudang problematika yang dihadapinya dalam kehidupan social kampus yang nantinya akan menjadi suatu kurikulum untuk membentuk jati diri mahasiswa tersebut. Mahasiswa akan dilibatkan dalam dua fenomena yang sangat rasional yaitu akademis dan organisasi. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana warga IKBKB selaku mahasiswa menyikapi kedua fenomena tersebut.
Eksistensi mahasiswa dalam keikut sertaannya untuk menitipkan kemampuan pikirannya dalam kehidupa kampus, cukup memberikan arti yang signifikan bagi aktivitas mahasiswa lainnya. Betapa tidak, seorang mahasiswa selalu terkait dengan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam suatu komunitas kampus. Fenomena yang terjadi dalam aplikasi dilapangan menunjukkan, betapa nihilnya arti kuantitas bahkan mungkin kualitas aktivitas yang disebut-sebut sebagai agent of change tersebut.
Hal ini dapat kita amati dengan melunturnya daya kemampuan mahasiswa untuk bergelut dalam dunia organisasi membawa perubahan dalam aspek kultur dunia kemahasiswaan itu sendiri. Ketika mahasiswa dituntut untuk memberikan sumbangsihnya untuk kampus dan organisasi maka pembuktian tersebut tersudutkan pada tingkat “apa yang bias saya ambil?’. Motivasi yang minim, kemauan yang rendah, merebaknya budaya malas, individualisme, serta telah terjangkit virus OL, game, judi serta virus cinta ditambah lagi dengan monotonnya kegiatan-kegiatan kemahaiswaan yang dilaksanakan oleh seluruh elemen-elemen organisasi kemahasiswaan, membuat mahasiswa semakin mengurungkan niatnya untuk mengikuti organisasi.
Fenomena tersebut memberikan gambaran, bahwa tingkat kemauan mahasiswa untuk menjadi insan organisator adalah sangatlah minim. Kita akan lebih banyak mengetahui mahasiswa yang tidak banayk tahu tentang isu-isu perkembangan factual kampusnya dengan mahasiswa yang banyak mengetahui tentang isu-isu dan perkembangan yang terjadi dikampusnya. Kondisi riil ini, mahasiswa lebih menyadarkan dirinya tentang arti pentingnya peran mahasiswa dalam suatu organisasi. Hal tersebut juga membawa pengaruh terhadap tingkat kemampuan mahasiswa itu sendiri guna menjalani perkuliahan dikampus sehari-hari. Manfaat yang besar tersebut, akan lebih banyak dirasakan ketika mahasiswa semakin aktif dalam organisasi dengan tidak mengesampingkan perkuliahan sebagai patokan peran mahaiswa itu sendiri sebagai insane akademis.
Kehidupan organisasi, pada prakteknya adalah sebuah sistem kerja yang terjalin secara organik diantara komponen-komponen pembentuknya. Ketika aspek organisasi dan perkuliahan masi selalau sering sejalan, maka hal ini tidak akan menimbulkan truble. Tetapi ketika kuliah dan organisasi sudah terpecah menjadi dua arah yang berbeda, maka akan menimbulkan masalah intern dalam mahasiswa itu sendiri. Inilah yang disebut sebagai nuansa yang klasik seputar permasalahan mahasiswa, yaitu antara memeilih kuliah atau organisasi.
Pada dasarnya, mahasiswa disatu sisi berperan sebagai insane akademis, sedangkan disislain sebagai insan organisatoris. Mahasiswa diharapkan dapat memiliki kemanpuan keilmuan yang tinggi yang diperoleh dalam bangku kuliah, inilah hakekat maasiswa sebagai insane akademis. Sedangkan disisi lain untuk mewujudkan cita-cita jiwa muda sebagai cirri-ciri dan hakekat mahasiswa, maka inilah yang disebut insane organisatoris.
Standarisasi dari kedua hal tersebut terletak pada mahasiswa itu sendiri. Tergantung dari mana ia memberikan persepsinya terhadap organisasi dan akademis. Karena yang berhak memiliki sebutan insan ‘organisatoris’ dan ‘akademis’ itu adaldah mahasiswa. Ketika mahasiswa terjebak dalam pilihan tersebut, inilah yang disebut sebagai kesalahan berpikir dan bertindak. Semestinya kedua kepentingan tersebut seharusnya dapat dijalankan secara searah dan sinergis, sehingga membentuk suatu kesatuan sebagai modal dalam perkuliahan atau berotganisasi. Oleh karenanya solusi untuk mengantisipasi timbulnya truble tersebut dengan mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan untuk terjadinya bentrokan bentrokan kepentingan dan keharusan antara tugas dalam aktivitas berorganisasi dan perkuliahan.
Mahasiswa bukan aktivitas semu
Apakah kita sudah aktif dalam kuliah dan organisasi? Aktif tidaknya kita dalm kuliah dan organisasi, dapat diketahui dari ada tidaknya peran kita selama ini dalam perkuliahan atau organisasi yang ada disekeliling kita, baik intra maupun ekstra universitas. Kemudian, sudah efektifkah peran kita dalam perkuliahan dan organisasi? Artinya, sampai sejauh mana kita memiliki sumbangan pemikiran maupun tindakan (perilaku) kita terhadap keberlangsungan roda organisasi dan keefektifan dalam kuliah tersebut. Sejauh manakah kita memberika loyalitas kita terhadap kampus/organisasi? Loyalitas dimaksud yaitu sampai dimana kita mempunyai rasa memiliki terhadap organisasi dan kampus. Jika kita belum member peran dalam organisasi maka gelar kita masih mahasiswa sebagai aktivitas semu dan jika kita belum bias member kontribusi yang maksimal terhadap perkuliahan kita maka impian kaum elit bangsa ini akan sirna.
Sebagai bagian dari masyarakat ilmiah dan integral warga Negara, mahasiswa dituntut menjalankan dua peran yang diembannya yaitu sebagai kekuatan moral dan intelektual. Hal tersebut dapat terwujud apabila mahasiswa secara aktif dan loyal memberikan dedikasinya terhadap organisasi dan tercapainya keseimbangan antara pemenuhan tugas dan kewajiban mahasiswa dalam dunia kampus maupun peran serta dan eksistensinya dalam dunia keorganisasian.
Suatu hal yang membanggakan apabila mahasiswa sebagai generasi muda mampu memainkan kedua peran tersebut. Itu akan tertopang manakalah mahasiswa memiliki kemampuan tidak hanya secara akademis tetapi kemampuan organisasi yang matang dan handal. Sehingga mahasiswa memiliki modal guna mengaplikasikan kemampuan dan kematangan berfikir tersebut dalam kehidupan kampus maupun dalam masyarakat nantinya dikemudian hari.
Sekali lagi, pemunculan minat dan motivasi dalam diri mahasiswa sangat diperlukan guna menghidupkan kinerja mahasiswa baik buat diri sendiri (dalam bangku perkuliahan) maupun organisasi, sehingga mengantarkan mahasiswa IKBKB untuk menjadi mahasiswa aktif maupun aktivis organisasi bukanlah penyandang predikat sebagai mahasiswa aktivis “semu” belaka.
Shalom…….!
Hidup mahasiswa!
mahasiswa dan aktivitas ‘semu’
Oleh
Reynold Panjaitan, S.Pd
Posting Komentar untuk "REALITA KAMPUS"